PENDIDIKAN AKHLAK DALAM MEMBENTUK SIKAP NASIONALISME: STUDI KITAB ‘IZOTUN NASYI’IN KARYA SYAIKH MUSTHOFA AL-GHALAYAINI
Pendidikan memiliki peran penting di dunia ini bahkan berpengaruh
besar dalam proses perkembangan kehidupan manusia. Oleh karena itu pendidikan
dalam kehidupan manusia menjadi kebutuhan penting yang bersifat mutlak, baik
secara personal, keluarga, masyarakat, serta bangsa dan negara. Sistem
pendidikan jika dilaksanakan secara optimal dan menyeluruh maka akan mencapai
suatu kemajuan yang telah diharapkan, begitu sebaliknya bilamana dalam proses
pendidikan tidak dijalankan secara optimal maka sulit untuk mencapai kemajuan
atas apa yang diharapkan.[1]
Para pendidik
diharapkan membekali peserta didiknya dengan akhlak, karakter, nasionalisme,
dan pola pikir yang sejalan terhadap tuntunan Islam, itu adalah langkah yang
sangat relevan untuk menjawab tantangan di era yang berkembang pesat seperti
saat ini. Tujuannya adalah agar manusia memiliki kepribadian yang kuat,
sehingga tidak sampai terjerumus ke jalan yang salah, karena memiliki landasan
bekal tuntunan ajaran agama, serta memiliki jiwa nasionalisme. Berkaitan dengan
hal tersebut. Pentingnya menanamkan nilai-nilai pendidikan akhlak di setiap
lembaga pendidikan dan yang terpenting adalah perlunya perhatian dari
orang-orang di sekitar seperti guru, keluarga, serta masyarakat demi mewujudkan
generasi yang berkarakter, berakhlak, dan cinta tanah air. Sebagaimana cita-cita luhur bangsa yakni menjadikan para pemuda
berakhlakul karimah yang jauh akan kerusakan, sehingga menjadi bangsa yang
bermoral dan beradab, serta menjunjung nilai-nilai kebenaran.
Pengembangan
karakter nasionalisme dalam pendidikan akhlak merupakan salah satu solusi
menjawab tantangan masa depan yang dapat diandalkan sebagai kekuatan bangsa.
Kerangka pendidikan diposisikan sebagai misi bagi sebuah generasi dalam
masa-masa pertumbuhan. Sehingga fokus dari pendidikan ialah sebagai pembangunan
karakter individu yang bersifat terus menerus, yakni berupa kegiatan yang
sistematis dengan tujuan membangun jiwa secara individu maupun sosial.
Pernyataan Stiles yang dikutip oleh Hidayatullah menyebutkan bahwa, “Pembentukan
akhlak tidak dapat tercapai tanpa usaha sistematis dan terprogram sejak dini”[2]
Kondisi
masyarakat yang multikulturlah berpotensi adanya konflik yang cukup besar. Oleh
karena itu penanaman akhlak positif termasuk juga penanaman karakter cinta tanah
air serta cinta perdamaian mutlak dibutuhkan. Karena dengan bekal sikap
tersebut, mudah bagi bangsa untuk menjawab berbagai tantangan dan konflik yang
ada. Dengan demikian peran pendidikan merupakan jembatan dalam membentuk akhlak
yang dijiwai dengan sikap nasionalisme. Syaikh Musthafa
al-Ghalayaini menjelaskan betapa pentingnya memberikan pendidikan yang baik
sejak dini, sebagai berikut;
إِنَّ هَؤُلَاءِ الأَطْفَالَ
سَيَكُونُونَ فِي الْمُسْتَقْبَلِ رِجَالاً. فَإِذَا تَعَوَّدُوا الأَخْلَاقَ
الصَّالِحَةُ اَلَّتِيْ تُعْلِىْ شَأْنَهُمْ، وَحَصَّلَوْا مِنَ العُلُومِ مَا
يَنْفَعُونَ بِهِ وَطَنَهُمْ كَانُوا أَسَاسًا مَكِيْنًا لِنَهْضَةِ الْأُمَّةِ.
وَهَذَا أَمْرٌ لَا يَخْتَلِفُ فِيهِ اثْنَانِ. وَإِنِ اسْتَعَدُّوا سَافِلَ الْأَخْلَاقِ،
وَهَجَرُوا العِلْمِ - الذي هُوَ سَبَبٌ لِحَيَاةِ الْأُمَمِ - كَانُوا وَيْلاً
عَلَى الأُمَّةِ وَشَرًّا، عَلَى الْبِلَادِ الَّتِي يَقْطَنُوْنَهَا.
“Anak-anak kita yang masih kecil sekarang ini kelak di masa mendatang
akan menjadi pemimpin-pemimpin. Apabila mereka membiasakan dengan akhlak yang
baik, yang dapat meninggikan derajat mereka dan berhasil mempelajari ilmu-ilmu
yang bermanfaat untuk dirinya dan bermanfaat untuk negara, maka anak-anak itu
berarti menjadi dasar yang kokoh bagi kebangkitan umat. Ini adalah perkara yang
tidak dapat dipungkiri oleh siapa pun. Sebaliknya, apabila anak-anak itu telah
terbiasa dengan akhlak yang tidak terpuji dan enggan menuntut ilmu pengetahuan
yang menjadi sebab utama bangsa-bangsa hidup, maka mereka, anak-anak itu, akan
menjadi bencana bagi umat dan menjadi pengacau negara yang mereka diami”[3]
تَجِبُ تَرْبِيَةُ الطِّفْلِ على
الشَّجَاعَةِ والإِقْدَامِ وَالْجُودِ والصَّبْرِ، والإِخْلَاصِ في العَمَلِ، وَتَقْدِيْمِ
الْمَصْلَحَةِ الْعَامَّةِ عَلَى الْمَصْلَحَةِ الْخَاصَّةِ، وشَرَفِ النَّفْسِ.
والجُرْأَةِ الأَدَبِيَّةِ، وَالدِّينِ الْخَالِصِ من الشَّوَائِبِ،
وَالْمَدَنِيَّةِ الْمُنَزَّهَةِ عَنِ الْفَسَادِ، وَالْحُرِّيَّةِ الصَّحِيحَةِ
فِي القَولِ والعَمَلِ، وَحُبِّ الْوَطَنِ.
وعَلَيْنَا أَن يُرَبِّي فِيهِ مَلَكَةَ الإِرَادَةِ والصِّدْقِ وَحُبَّ
إِعَانَةِ الْبَائِسِينَ وَالْمَشْرُوعَاتِ النَّافِعَةِ، وَأَنْ نُعَوِّدَهُ
الْقِيَامَ بِالجَوَابِ، إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ مِنَ الْأخْلَاقِ الشَّرِيفَةِ، وأن نُبَاعِدَ
بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَضْدَادِ هَذِهِ الأخلاق.
“Pendidikan adalah
usaha menanamkan akhlak terpuji dalam jiwa anak-anak. Akhlak yang sudah
tertanam tersebut harus terus disirami oleh bimbingan dan nasihat, sehingga
menjadi watak dan sifat yang melekat dalam jiwa. Sesudah itu buah tanaman
akhlak itu akan tampak berupa amal perbuatan yang mulia dan baik serta gemar
bekerja demi kebaikan negara”
“Anak
itu wajib diberi pendidikan tentang keberanian, maju, kedermawanan, kesabaran,
ikhlas dalam beramal, mementingkan kemaslahatan umum di atas kepentingan
pribadi, kemuliaan jiwa, harga diri, keberanian yang beradab, pemahaman agama
yang bersih dari khurafat, peradaan yang bersih dari kerusakan, kebebasan
berbicara, dan bertindak yang baik serta cinta tanah air”
Penjelasan
di atas menunjukkan bahwa pentingnya pendidikan akhlak dalam membangun sikap
nasionalisme bangsa. Untuk itu peran pendidikan sangatlah penting sebagai
penggerak dalam membangun karakter sebuah bangsa, sehingga para peserta didik
memiliki kesadaran terhadap dinamika berbangsa dan negara yang harmonis dengan
tetap memperhatikan norma-norma sosial yang telah disepakati.[4]
Membangun
konsep di atas menurut Syaikh Musthafa al-Ghalayaini yakni dengan cara:
غَرْسُ
الأَخْلاقِ الْفَاضِلَةِ فِي نُفُوسِ النَّاشِئِينَ. وَسَقْيُهَا بِمَاءِ
الْإِرْشَادِ وَالنَّصِيْحَةِ، حتَّى تُصْبِحَ مَلَكَةً من مَلَكَاتِ النَّفْسِ،
ثُمَّ تَكُونُ ثَمَرَاتُها الفَاضِلَةُ وَالْخَيْرَ وَحُبَّالْعَمَلِ لِنَفْعِ الْوَطَنِ.
“Usaha menanamkan akhlak
terpuji dalam jiwa anak-anak. Akhlak yang sudah tertanam tersebut harus terus
disirami oleh bimbingan dan nasihat, sehingga menjadi watak dan sifat yang
melekat dalam jiwa. Sesudah itu buah tanaman akhlak itu akan tampak berupa amal
perbuatan yang mulia dan baik serta gemar bekerja demi kebaikan negara”
Tentunya
hal tersebut tidak dengan cara yang instan, penanaman akhlak yang baik perlu
dibiasakan dan diamalkan secara berulang-ulang sampai benar-benar menjadi
sebuah kebiasaan sehingga tercapailah suatu tujuan. Karena sesungguhnya masa
depan ada ditangan para penerus bangsa saat ini. Jika akhlak pemuda saat ini
baik, maka akan baik pula generasi-generasi pemimpin selanjutnya. Syaikh
Musthafa al-Ghalayaini mengatakan:
إذَا كَانَتِ الرُّوحُ قِوامَ الْجِسْمِ،
فَالرُّوءَ سَاءُ فٍى كُلِّ أُمَّةٍ هُمْ رُوحُ اجْتِمَاعِهَا. فَإِنْ فَسَدُوْا
فَسَدَتْ وَإِنْ صَلَحُوْا صَلَحَتْ: لِأَنَّ الْأُمَّةَ لَا تَقُومُ لَهَا
قَائِمَةٌ إِلَّا إِذَا قَامَ فِيهَا زُعَمَاءُ يَنْهَضُونَ بها.
“Apabila roh berfungsi
sebagai ketegakan (kehidupan) rasa, maka pemimpin setiap bangsa adalah roh
persatuan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Apabila pemimpin itu
rusak, maka rusaklah umat atau bangsa itu. Sedangkan jika mereka baik, maka
umat atau bangsa itu menjadi baik pula. Karena, umat akan berdiri tegak, kokoh,
dan sejahtera manakala pemimpin – pemimpin umat itu menggerakkannya”
Dengan demikian pendidikan akhlak yang baik akan melahirkan
generasi yang baik pula. Para peserta didik harus diajarkan dan dibiasakan
akhlak yang baik, baik disekolah, keluarga, maupun masyarakat. Karena dengan
bekal akhlak yang baik mampu membangun bangsa yang makmur dan berbahagia di
masa yang akan datang. Sehingga jelas bahwa sikap nasionalisme lahir dari
akhlak yang baik. Syaikh Musthafa al-Ghalayaini menjelaskan bahwa
ومِن
هذه الحُقُوقِ تَكْثِيرُ سَوَادِ المُتَعَلِّمِينَ، المُتَخَلِّقِينَ بِصَحِيحِ الأَخْلَاقِ،
ألْمَغْرُوسُ فِي قُلُوبِهِمْ تِلْكَ
الْحِكْمَةِ الْمَشْهُورَةِ: "حُبُّ الْوَطَنِ مِنَ الإِيْمَانِ" وَذَلِكَ
لَا يَكُونُ إِلَّا بِبَذْلِ الْمَالِ فِي سَبِيْلِ الْمَصَالِحِ العَمَّةِ،
وَإِفَرَاغِ الْوُسْعِ فِى تَشْيِيْدِ الْمَدارِسِ. الَّتى تَنفُثُ فِي رَوْعِ
النَّابِتَةِ رُوْحَ الْوَطَنِيَّةِ؛ وَتُنْبِتُ فِي نُفُوسِهِمْ غِرَاسَ
الْفَضِيْلَةِ وَالْعَمَلِ الصَّالِحُ. وَعَنْ هَؤُلَاءِ النَّابِتِيْنَ تَصْدُرُ
مُقَوَّمَاتُ الْحَيَاةِ لِهَذِهِ الْأُمَّةِ.
“Di antara kewajiban-kewajiban yang harus
dipenuhi oleh setiap putra bangsa adalah meningkatkan jumlah orang-orang yang
terpelajar yang bermoral tinggi dan baik, yakni “cinta tanah air itu adalah
sebagian dari keimanan”. Upaya meningkatkan jumlah kaum terpelajar tersebut
akan terwujud, kecuali dengan mengorbankan harta dengan niat “demi kemaslahatan
umum”, mencurahkan tenaga dan pikiran untuk membangun lembaga-lembaga
pendidikan yang dapat menghembuskan jiwa nasionalisme pada jiwa para pelajar,
yang dapat melahirkan gagasan-gagasan mulia dan amal saleh. Dari
orang-orang terpelajar yang sedang tumbuh itu, akan keluar gagasan-gagasan dan
upaya-upaya yang dapat menegakkan kehidupan umat ini”
Dan di akhir
pembahasan bab nasionalisme dalam kitab ‘Izotun Nasyi’in, Syaikh Musthafa al-Ghalayaini memberikan pesan kepada generasi
penerus bangsa sebagai berikut:
فَإِلَيْكَ, أَيُّهَا النَّشْئُ الْكَرِيْمُ،
تُبْسَطُ يَدُ الرَّجَاءِ فَانْهَضْ رَعَاكَ اللهُ, لِلْعِلْمِ, وَتَخَلَّقْ بِأَخْلاقِ
أَسْلَافِكَ: فَإِنَّ الْوَطَنَ يُنَادِيْكَ: إِنِّي لَكَ مِنَ الْمُنْتَظِرِينَ.
“Wahai, generasi muda, semua harapan bangsa ditumpahkan kepada
kalian, maka bangkitlah engkau, giat menuntut ilmu, semoga Allah swt.
melindungimu dan berperangailah dengan perangai dan akhlak orang-orang
terdahulu, karena negara telah memanggilmu dan engkau adalah orang yang
ditunggu-tunggu”
فَحَقِّقْ الْأَمَلَ, يَحْيَ بِكَ الْوَطَنُ.
“Realisasikan cita-citamu, maka negara dan
bangsamu akan hidup sejahtera bersamamu”
Akhirnya, untuk menjadikan bangsa yang makmur dan bermartabat adalah dengan memberikan bekal kepada para generasi bangsa dengan pendidikan yang baik, akhlak yang luhur, dan cinta terhadap tanah air atau nasionalisme.
[1] Mujahid
Damapoli, “Problematika Pendidikan Islam dan Upaya Pemecahannya”, Tadbir
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, Vol. 3, No. 1, (2015), 68.
[2] M.
Hidayatullah Furqon, “Guru sejati: Membangun Berkarakter Kuat dan Cerdas” (Yuma
Pustaka: Surakarta) 11
[3] Fadlil
Said An-nadwi, “Terjemah Idhotun Nasyiin”, (Surabaya: Al-Hidayah, 2000)
[4] Inanna, “Peran Pendidikan Dalam Membangun Karakter Bangsa Yang Bermoral”, Jurnal Ekonomi dan Pendidikan, Vol. 1, No. 1, (Januari 2018), 30.
BIODATA SINGKAT
Nama :
Ilham Aly Ardhana, S.Pd.
Pendidikan Saat ini :
Mahasiswa Pascasarjana Magister Pendidikan Islam UIN Sunan Ampel Surabaya
Alamat :
Mojokerto
Media Sosial : ig @_ilhamaly
Riwayat Pendidikan :
Formal : MA
Unggulan PP. Darul ‘Ulum Jombang
:
S1 Pendidikan Agama Islam UIN Sunan Ampel Surabaya
Non Formal :
PP. At-Tauhid Sidoresmo Surabaya
:
PPTQ. Fatchussalam Ampel Surabaya
Komentar
Posting Komentar